Soal UU TNI, DPRD NTT & Massa Aksi Saling Tolak

Berita-Cendana.Com- Kupang,- Soal perubahan undang-undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari 10 lembaga yang dipimpin TNI menjadi 15 lembaga menjadi pro dan kontra publik. Massa aksi mendatangi DPRD NTT untuk menemui DPRD NTT,  saat DPRD dari gabungan komisi bertemu massa aksi, massa aksi menolak gabungan komisi itu, maka DPRD juga bersikap menolak massa aksi karena aksi tersebut tanpa surat pemberitahuan.

Demikian disampaikan oleh gabungan komisi DPRD Provinsi NTT terdiri dari Yohanes Rumat, SE, Komisi,  Ana Waha Kolin, SH,. Pata Vinsensius, SH,. MM, Simson Polin di ruang Komisi 1 DPRD pada Senin, 24 Maret 2025.

Yohanes Rumat menjelaskan, massa aksi menolak gabungan komisi untuk menjelaskan terkait tuntutan itu, tetapi massa aksi menolak, oleh karena itu DPRD juga wajib menolak karena aksi tersebut tidak ada surat pemberitahuan di Lembaga DPRD melalui Sekretaris Dewan (SEKWAN) karena utusan Ana Waha Kolin, Pata Vinsensius, SH,.MM, Yohanes Rumat, dan Simson Polin itu adalah keterwakilan dari komisi DPRD NTT, jelasnya.

DPRD NTT sangat kecewa dengan unsur pendemo, karena sebagai Lembaga DPRD pasti kecewa, jelas Rumat.

Supremasi hukum sipil  sudah berjalan 20 tahun. Tentunya dalam evaluasi supremasi hukum sipil ini, kata Rumat. Tingkat kejahatan sipil lebih tinggi TNI, kejahatan yang dimaksudkan itu adalah kejahatan dalam korupsi. Korupsi terjadi dimana-mana itu adalah sipil bukan TNI, jadi prinsipnya mendukung UU tersebut, tegas Rumat.

Lanjut Anggota DPRD tiga periode itu secara pribadi sepakat dengan keputusan undang-undang baru itu, agar supaya TNI masuk kembali untuk menata kembali pemerintahan, terutama membasmi korupsi, jelasnya. 

Korupsi sangat kronis di Negara Kesatuan Republik Indonesia jadi perlu TNI masuk kembali untuk membasmi. Tetapi disisi lain juga perlu dihargai suara masyarakat melalui mahasiswa, karena hal ini menjadi proses uji publik, beber Yohanes Rumat.

Namun secara kelembagaan DPRD Provinsi NTT juga belum mendapatkan surat tembusan secara resmi terkait pengesahan UU TNI. Saat sekarang ini masih dalam taraf debat publik, mahasiswa berdebat di DPRD pun berdebat. Pengesahan UU TNI di pusat itu baru satu langkah, karena masih ada langkah lain yang kita semua belum mengetahui atau belum mengikuti dengan baik, karena secara substansi ada tiga klausa, ucap Rumat.

Lanjutnya, Perubahan UU TNI tidak mengganggu sipil atau mengganggu banyak hal di luar TNI. Kalau dilihat itu sangat normatif. UU TNI bertujuan menyelamatkan Negara dan tidak mengganggu siapa-siapa, atau TNI kembali ke dulu, itu tidak akan terjadi, tegas Yohanes Rumat anggota Fraksi PKB.

TNI 20 tahun lalu dengan TNI sekarang harus diakui bahwa sudah berbeda, tetapi karena supremasi hukum. Sipil sudah di obok-obok dan sudah tidak ada ditempat nya lagi, jadi dari 10 lembaga yang dipimpin TNI dan ditambah lima itu sangat normatif, mahasiswa aksi itu karena menurut mahasiswa itu sangat krusial karena dari 10 lembaga menjadi 15 lembaga yang dipimpin TNI itu yang menjadi pro dan kontra di publik, jelas Rumat.

Rumat juga menambahkan, pandangan masa depan jauh lebih baik dan tidak menguasai sipil, tidak untuk menekan polisi, tidak untuk menekan masyarakat sipil tidak ada kapasitas di situ karena isi UU sangat berbeda. Point-point yang akan menindas masyarakat, Point-point TNI bekerja sewenang-wenang tidak ada yang mengindikasikan ke sana, tegasnya.

Selain itu juga Ana Waha Kolin, SH menegaskan bahwa para pendemo seharusnya ada surat pemberitahuan kepada lembaga DPRD baru boleh datang untuk diterima tetapi sebagai Pelayan masyarakat wajib DPRD terima aspirasi mahasiswa, tetapi kalau mereka tolak DPRD, tentunya DPRD NTT juga menolak massa aksi, jadinya saling tolak, itu tidak masalah karena mekanisme lembaga itu perlu dihargai, jelasnya.

Lanjutnya, lembaga DPRD NTT berjalan sesuai jadwal yang sudah ditentukan, jadi kalau DPRD menolak massa aksi ya, sah-sah saja karena massa aksi tidak ada jadwal. DPRD meninggalkan seluruh rapat karena untuk menerima massa aksi namun ditolak oleh mahasiswa padahal sudah diutus oleh Ketua DPRD NTT, diketahui juga bahwa lembaga DPRD itu kolektif kolegial, tegas Ana Waha Kolin.

Pada momentum yang sama Pata Vinsensius juga sangat kecewa dengan masa aksi, karena berbicara soal UU TNI itu sudah disahkan, kemudian DPRD NTT juga hanya melanjutkan aspirasi mahasiswa tetapi kalau mahasiswa juga tak mendengarkan DPRD NTT, bagaimana tuntutan mereka mau dilanjutkan, hal itu memang tidak elok baginya, jelasnya.

Aspirasi itu harus diteruskan sebagai lembaga DPRD, mereka diutus menemui massa aksi itu adalah perwakilan dari komisi tetapi sangat disayangkan ditolak. Sebagian besar sudah mewakili semua Komisi untuk menerima massa aksi namun ditolak oleh mahasiswa itu yang menjadi kekesalan, jelas Pata Vinsensius perwakilan Komisi IV.

Massa aksi itu menamakan diri Aliansi Cipayung Plus, BEM, dan OKP Nusa Tenggara Timur yang dikoordinir oleh Putra Umbu Toku Ngudang. Simak tuntutan massa aksi; 

1. Menolak dengan Tegas RUU TNI yang Telah Disahkan. 

2. Menuntut Supremasi Sipil dan Netralitas TNI dalam Struktur Ketatanegaraan. 

3. Mengecam Keterlibatan TNI dalam Proyek-Proyek Strategis yang Merugikan Rakyat. 

Demikian Ketiga tuntutan massa aksi di DPRD Provinsi NTT.(*).


0/Komentar/Komentar

Lebih baru Lebih lama

Responsive Ad Slot

Responsive Ad Slot