Berita-Cendana.Com- TTS,- Diduga Ulah Oknum Pegawai yang bertugas untuk memposting laporan kerja Desa Fatuoni Amanatun Utara Kabupaten Timor Tengah Selatan sehingga gagal posting sehingga Dana Desa juga gagal cair. Simak lima dosa oknum pegawai Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) TTS Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Demikian disampaikan oleh Kepala Desa Fatuoni, Drs. Yusuf Halla di Kota Soe pada Senin, (16/12/2024) sore.
Kepala Desa Fatu Oni Amanatun Utara Drs. Yusuf Halla kepada media ini mengatakan bahwa Dinas PMD Kabupaten TTS yang gagal Posting bukan dirinya yang lambat memasukan laporan ke Dinas PMD namun oknum yang bertugas untuk memposting itu yang selalu minta ini dan itu sehingga terlambat memposting, tegasnya
Inilah lima alasan gagal posting. Pertama; Oknum yang memposting tidak ada ditempat. Kedua; Oknum itu meminta RAB fisik harus dibawa oleh Kades. Ketiga; RAB Fisik itu sudah diasistensi dengan tim Ahli sejak Maret 2024 namun Kades kembali dan penuhi permintaan Oknum Pegawai itu.
Keempat; Oknum itu meminta Kades Rekap ulang BLT. Kelima; Oknum Pegawai meminta keputusan Desa terkait anggaran Desa. Kelima permintaan itu sehingga menghabiskan waktu sehingga gagal posting, padahal yang diminta itu telah diselesaikan sejak Maret 2024, namun Oknum itu memiliki niat untuk perlambat proses, ucap Kades Yusuf Halla.
Semuanya itu sudah ada namun oknum tersebut yang memperlambat sehingga tidak posting dan berujung pemberhentian. Pemberhentian itu disamakan dengan desa lain itu tidak bisa karena bukan dirinya yang membuat gagal tapi oknum Dinas PMD yang menunda-nunda waktu sehingga terjadinya gagal posting. Padahal oknum Dinas PMD itu yang menghambat nya gagal posting sehingga berdampak gagal salur, tegas Yusuf Halla.
Pencopotan setiap kepala desa itu harus sesuai bobot masing-masing kesalahan bukanya pukul rata, tidak ada aturan yang pukul rata, tegasnya lagi.
Kalau Penjabat Bupati ingin mengetahui kesalahan semua Desa itu wajib di BAP keseluruhan baru mengetahui kesalahan masing-masing bukannya mencopot-copot saja Garuda. Garuda itu diperoleh melalui perjuangan bukan diberikan begitu saja, tegasnya.
Tugas Kepala Desa itu menyiapkan dokumen tetapi yang memiliki wewenang untuk posting itu pihak Dinas bukan Kepala Desa.
Satu kali teguran, artinya teguran itu adalah hukuman ringan sehingga sekali teguran langsung masuk pada pencopotan Garuda berarti sekali hukuman ringan ditingkatkan menjadi hukuman berat. Dalam teguran itu tertuang bahwa wajib menyelesaikan kewajiban, kewajiban apa yang tak diselesaikan sehingga memberikan teguran berat seperti itu, kesal Kades Fatu Oni itu.
Sekurang-kurangnya ada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) agar diketahui apa yang menjadi teguran supaya dapat diselesaikan bukannya mencopot lalu melantik Pjs. Melantik Pjs itu sama dengan menciptakan dua kepemimpinan di Desa, tegasnya.
Kades Yusuf Halla juga belum mengetahui benar dia dicopot atas kesalahan apa, karena belum ada penjelasan terperinci dari Dinas PMD terkait tunggakan atau pun kesalahan memosting. “Apa salah saya sehingga bisa dicopot garuda, ini memang gagalnya Dinas yang tidak posting lalu saya dicopot dari jabatan Kepala Desa,” kesalnya.
Kades Fatu Oni itu dicopot Garudanya karena belum menyelesaikan kewajiban namun dirinya juga belum mengetahui benar tunggakan apa yang dia belum penuhi karena tidak tertuang dalam surat pemberhentian itu. Kades meminta Dinas PMD untuk memberikan penjelasan yang jelas terkait tunggakan apa yang belum dipenuhi sehingga dirinya dicopot dari jabatan Kades, tanya nya.
Jika kewajiban apa yang tidak dijalankan seharusnya di BAP supaya diketahui bahwa ada kewajiban yang belum terpenuhi. Namun hal itu tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten malah sekali teguran langsung mencopot Garuda, ini memang aneh tetapi nyata di TTS, jelas Yusuf Halla.
Pemberhentian 13 Kades di TTS itu tanpa Dasar, Kades Fatu Oni menilai pencopotan Garuda 13 Desa itu tanpa dasar karena gagal salur itu sudah diberikan hukuman dan telah dijalankan lima bulan.
Tiba-tiba dikeluarkan surat pemberhentian sementara apa yang menyebabkan sehingga diberhentikan sedangkan kewajiban dan hukuman telah dijalankan.
Penjabat Kepala Desa tidak selamanya menyelesaikan persoalan, bahkan membawa malapetaka di desa, karena sejumlah Desa yang ada Pjs belum tentu bisa salur DD. Tetapi tetap gagal salur berarti Pjs. Bukan solusi tetapi membawa kehancuran di Desa.
“Contohnya Desa Nenotes, Pjs ada tetapi tetap gagal salur namun tidak diberhentikan Pjs itu, ada apa sebenarnya dibalik itu. Hanya dengan alasan dengan dia PNS. Bicara soal gagal salur itu bukan bicara soal PNS tetapi bicara dengan jabatan Kepala Desa jadi harus berhenti,”.
Selain itu, Ketua Forum Komunikasi Antar Desa (FORKADES) TTS, Edu Tualaka kepada wartawan di bilangan Kota Soe pada Senin 16 Desember 2024 bahwa Tim Asistensi Kabupaten perlu dievaluasi, mengapa demikian karena tim Asistensi itu wajib turun ke Kecamatan bukannya duduk manis di Kota Kabupaten, tegasnya.
Pencopotan 13 Kades itu terburu-buru tanpa melihat aturan. Kalau tanpa melihat aturan mala pemberhentian itu bisa menyesatkan, “karena pjs itu bukan Sekretaris Desa sehingga sudah mengetahui persoalan Desa, Pjs itu dari Kecamatan yang turun sampai di Desa perlu penyesuaian maka butuh waktu yang lama sehingga saya katakan bahwa Pjs bukan solusi tapi membawa penyesatan di Desa,” ucap Edu Tualaka.
Regulasi selalu berubah terus menerus sehingga kalau ada desa yang terlambat itu pasti terlambat karena selalu ada perubahan setiap kali posting. “Regulasi Tumpang Tindih,”.
Ketua Forkades menduga ada permainan dari pihak Kecamatan untuk menahan untuk tidak memposting sehingga gagal posting dan dampaknya pada gagal salur, karena pihak Kecamatan itu memiliki peran penting dalam pengawasan, pembinaan tertib administrasi pemerintahan desa.
Pihak Kecamatan gagal memberikan bimbingan, supervisi, fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan administrasi desa. Mengapa itu terjadi karena pihak Kecamatan diduga kuat sudah memiliki perencanaan untuk bisa menjadi Pjs di Desa itu sehingga menggagalkan, oleh karena itu Tim Asistensi harus turun ke Kecamatan untuk melihat lebih dekat aktivitas Kecamatan dalam mengawal Desa, tegas Ketua Forkades.
Forkades menduga Pihak Kecamatan yang memiliki target di sejumlah Desa untuk bisa menjadi Pjs untuk mengelola DD Miliaran Rupiah sehingga dengan caranya menggagalkan 13 Desa itu, ucap Edu.
Selain itu juga para Kades yang dicopot itu diminta menyelesaikan tugas sedangkan ada pejabat yang ada di desa itu. Tentunya tidak bisa menyelesaikan karena ada dualisme kepemimpinan maka itu dikatakan Pjs bukan solusi tapi pembawa malapetaka di desa, karena Pjs juga ada desa yang gagal salur, kesal Edu.
“Pemberhentian Kepala Desa bukannya membawa solusi tetapi membawa penyesatan. Sehingga yang rugi adalah Desa dan masyarakat,”. Pemerintah Kabupaten itu perlu melihat kebijakan yang sesuai regulasi yang ada jangan asal memberhentikan 13 Desa itu.
Syarat pemberhentian Kades itu, pertama meninggal dunia. Kedua, mengundurkan diri. Ketiga, dalam proses hukum tetap. Bukan memberhentikan non prosedural, kalau terkait kasus korupsi pihak Kecamatan melaporkan ke Inspektorat untuk melakukan audit, jika terbukti, kemudian melaporkan ke Pengadilan dan ada putusan inkrah baru lah melakukan pemecatan, tegas Edu Tualaka.
Perlu diketahui juga bahwa Forkades itu bukan organisasi tandingan daerah tapi Forkades itu sebagai organisasi saluran informasi untuk Pemerintah Daerah dalam hal ini pembangunan daerah TTS.
Tim media telah berusaha mengkonfirmasi Kepala Dinas PMD TTS Drs. Christian M. Tlonaen pada Selasa 17 Desember namun tidak ada di tempat. Wartawan juga telah mengkonfirmasi melalui sms dan chatting WhatsApp pribadinya namun belum balas hingga berita ini ditayangkan.
Selain itu juga wartawan berusaha konfirmasi Pj. Bupati TTS pada Senin 16 Desember pagi di Kantor namun Pj. tidak ada di Kantor pada hari itu. Lalu pada Rabu pagi wartawan kembali konfirmasi melalui sms dan chatting WhatsApp pribadinya juga tidak merespon. (*).
Posting Komentar