Berita-Cendana.Com- KUPANG,- Pengamat Hukum Bisnis perbankan Petrus E. Jemadu, SH., M. HUM mendesak Ayodhia G.L Kalake selamatkan Bank NTT. Sikap dingin penjabat Gubernur NTT itu yang tak kunjung menandatangani persetujuan kerjasama Bank NTT dengan Bank DKI terkait Kelompok Usaha Bank (KUB) itu, memantik pengamat hukum angkat bicara di publik.
Demikian disampaikan oleh Pengamat Hukum Bisnis dan Perbankan Petrus E. Jemadu, SH.,M. HUM di bilangan Kota Kupang pada Rabu, (30/4/2024)
Menurut Pengamat Hukum Bisnis dan Perbankan itu, Ayodhia G.L Kalake wajib diselamatkan Bank NTT, jangan berpikir bahwa Bank NTT itu diselamatkan karena kepentingan Direksi dan Komisaris. Tetapi perlu diketahui bahwa putri-putri NTT sekitar 3.000 orang yang bekerja di Bank NTT itu. Dari 3.000 karyawan masih menanggung tiga sampai empat orang yang ditanggung dalam keluarga, artinya bahwa sekitar 12.000 orang yang hidup dari Bank milik masyarakat NTT itu. Bukan itu saja tetapi seluruh masyarakat NTT yang menyimpan uang di Bank juga. Selamatkan Bank NTT, selamatkan masyarakat NTT, tegasnya Petrus E. Jemadu.
Lanjutnya, Bank NTT memiliki prinsip untuk membangun masyarakat NTT menuju sejahtera. Selain itu juga BANK NTT mengelola Kas Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota se-NTT, bukan itu saja tetapi mengelola keuangan masyarakat menengah ke bawah, sebut Piet Jemadu.
Piet Jemadu mengatakan bahwa sesuai hasil survei, BANK NTT untuk pemegang saham melakukan penyertaan modal untuk menyangga risiko. “Kalau mereka tidak melakukan kerana anggara dan APBD terbatas maka ada jalan lain. Banyak jalan, dan yang terpenting adalah Penjabat Gubernur memiliki komitmen dan itikad baik untuk menyelamatkan bank NTT dengan mencari solusi untuk penyelamatan Bank NTT, jelas Piet Jemadu.
“Antara lain, saham seri B. Dulu sebelum kita berhenti, pada tahun 2017-2018, kita mengatakan kepada RUPS bahwa penyertaan modal seri A sebesar Rp. 3 Triliun, dan seri B Rp. 1 Triliun itu di anggaran dasar, istilahnya capital statuta jadi modal di dalam anggaran dasar. Sedangkan modal saat itu sekitar Rp. 1 Triliun. Sedangkan saham seri B sekitar Rp. 400 juta. Ini yang perlu didorong yaitu saham seri B. Selain itu bisa dengan banyaknya Koperasi di NTT seperti Obor Mas atau Singosari yang asetnya besar juga ada Swastisari, juga yang bernaung dibawah TLM, ada Serviam dan lainnya. Maksudnya pemegang sahamnya rakyat yang bersatu dalam Koperasi,” jelasnya.
Piet Jemadu sangat menyayangkan ada segelintir orang yang tidak mengerti perbankan lau menyebarkan isu bahwa bank NTT akan downgrade. Disebutkan, jika downgrada maka menunjukan langkah mundur dari pemikiran Frans Seda dan Indra Dewata, 61 tahun lalu, ketika Bank NTT didirikan. “Ketika didirikan, bahwa Bank NTT akan menjadi Bank milik rakyat NTT, pengelolaan kas Pemda. Kalau downgrade maka tidak bisa menjadi pengelola kas pemda. Ingat bahwa BPR itu tidak bisa membuka rekening giro, tidak bisa jadi peserta kliring, sehingga tidak bisa kelola Bank Pemda. Dan itu akan keluar dari tujuan utama pendirian Bank NTT.
Bank NTT masih dalam survive dan masih fisibel, maka OJK tidak meletakkan bank NTT sebagai bank BBU (Bank Beku Usaha), Bank NTT ini masih fisibel. Tetapi prediksinya akan terjadi resiko pasca covid, maka itu harus ada penyangga risiko agar tidak terjadi kolaps, dan itu tidak hanya bank NTT tetapi BPD lain juga begitu,” jelasnya menambahkan.
Sebelumnya diberitakan oleh media Selatan Indonesia. Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur usai menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan jajaran Direksi Bank NTT, Selasa (16/4/2024), mendesak Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia G. L. Kalake atau yang akrab disapa Ody Kalake agar segera menerbitkan Surat Persetujuan Kerja Sama Bank NTT dengan Bank DKI. Atas desakan itu, Ody Kalake merespons dingin. ”Masih dibahas ya,” sebut Ody Kalake sambil berlalu ketika ditanya SelatanIndonesia.com usai memberikan keterangan kepada wartawan tentang persiapan NTT menuju PON di Aceh dan Sumut, Rabu (17/4/2024) di Gedung Sasando Kantor Gubernur NTT.
Ditanya kapan surat persetujuan itu ditandatangani, Sekretaris Menko Marvies itu kembali menegaskan, masih dibahas. “Masih dalam pembahasan,” tegasnya menuju ruang kerjanya.
OJK Dorong Percepatan KUB
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, masih ada 11 Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang belum mampu memenuhi ketentuan Modal Inti Minimum (MIM) sebesar Rp 3 triliun.
“OJK tetap mendorong pemenuhan Modal Inti Minimum 11 BPD dengan tenggat waktu 31 Desember 2024,” kata Dian, dikutip dari Antara, Sabtu (13/1/2024).
Dari jumlah tersebut, hingga saat ini sudah ada dua BPD yang memiliki rencana untuk memenuhi Modal Inti Minimum melalui setoran secara mandiri. Sedangkan sembilan BPD lainnya berencana membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan perusahaan maupun bank induk lainnya.
Secara umum, sampai dengan akhir tahun 2023 sebagian besar BPD telah mencapai tahap penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) pembentukan KUB, dan satu BPD yang sudah mengajukan izin kepada OJK untuk menjadi anggota KUB.
"Saat ini terdapat empat bank yang telah menyatakan kesediaan menjadi induk KUB. Selain itu, lanjut Dian, komunikasi antara OJK dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus dilakukan secara intensif guna mendorong BPD mempercepat proses pembentukan KUB," ujarnya.
OJK mensyaratkan bank induk merupakan bank yang mumpuni dari sisi permodalan dan kinerja. Hal tersebut, menurut Dian, bertujuan agar bank induk mempunyai komitmen dan mampu merealisasikan dukungan kepada anggota KUB dalam hal penguatan permodalan dan likuiditas.
"Di samping itu, juga meningkatkan kapasitas dan kapabilitas bank anggota KUB yang mencakup peningkatan manajemen risiko, tata kelola, SDM, IT dan pengembangan bisnis BPD khususnya dalam hal penyaluran kredit produktif untuk mendukung perekonomian daerah," katanya.
Bank NTT adalah Badan Usaha Milik Daerah yang kredibel. Bahkan, satu tahun Bank NTT menyumbang deviden sangat besar. “Untuk Provinsi itu sekitar puluhan miliar. Untuk Kabupaten dan Kota itu miliaran. Yang puluhan miliar itu Provinsi NTT, Kabupaten Kupang, dan Sumba Timur,” beber Piet.
“Dijelaskannya, Indonesia termasuk NTT, masalah makro perbankan pasca Covid, semua ada tekanan risiko. Ada delapan risiko perbankan diantaranya likuiditas, kredit, yang berdampak risiko operasional, risiko strategis dan lainnya. Itu pasalnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat, tiap bank perlu ada peningkatan penyertaan modal. “Mengapa ada penambahan penyertaan modal, untuk menjaga risiko. Ada risk coverage, menanggapi risiko agar terjadi risiko, maka bank itu tidak kolaps. Karena itu perlu ada penambahan modal disetor,” katanya.
“Meskipun saya lima tahun sudah berhenti dari Komisaris Independen tetapi saya amati terus. Hanya kerana memang pasca covid, ada penurunan laba dan dividen. Dan kalau orang yang tidak paham perbankan mereka menilai Bank NTT dalam bahaya, itu salah. Masih ada profit dan itu ada tantangan yaitu pasca covid,” katanya.(*).
Posting Komentar