Berita-Cendana.Com- Jakarta,- "Turunkan Jokowi" adalah wacana yang patut disuarakan oleh pro demokrasi dan masyarakat civil society. Indonesia sebagai negeri milik bersama yang didirikan oleh pejuang kita telah dikangkangi menjadi negara milik keluarga oleh seorang bernama Jokowi yang sekarang menduduki posisi presiden.
Tidak ada yang bisa membantah bahwa rakyat berhak marah. Baru kali ini dalam sejarah, di mana seorang presiden telah memanfaatkan kekuasaannya untuk mengangkat anak-anaknya, menantu, ipar, dan kroni-kroninya ke posisi-posisi strategis dalam pemerintahan.
Menantunya menjadi Walikota Medan; Iparnya menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi,; Anak bungsu menjadi Ketua Umum Partai dalam proses dua malam; Anak Sulungnya menjadi Walikota Solo dan sekarang disulap menjadi Calon Wakil Presiden. Begitu juga Kroni-kroninya dari Solo mengisi posisi strategis di negara ini.
Semua ini adalah contoh jelas praktik nepotisme yang seharusnya tidak ada ruang di dalam negeri ini. Kekuasaan yang dimiliki oleh Jokowi dengan seenak udelnya diatur untuk kepentingan keluarga dan kroni-kroninya.
Lihat saja anak bungsunya, sebagai Ketum suatu partai. Mentang-mentang anak presiden, memimpin partai seperti orang tengil. Negara ini seperti "negara main-main".
Gayanya yang plenga-plengo mirip bapaknya dengan slengehan berbicara di depan publik yang tidak ada nilai bobotnya. Ini sungguh merusak kewibawaan dan kredibilitas negara yang dihuni 278,70 juta jiwa. Merusak nilai-nilai perjuangan yang diperjuangkan dengan darah dan airmata oleh para aktivis kemanusiaan untuk membangun peradaban lebih maju. Mencoreng perjuangan pahlawan yang telah bersatu dalam mencapai kemerdekaan.
Mirisnya, sekarang dia menjadi buruan media, bak seorang tokoh besar yang mengisi panggung perpolitikan. Partai yang seharusnya hadir membawa gagasan dan platform besar tentang isu kerakyatan dan menjaga marwah negara, menjadi panggung lucu-lucuan.
Tim dan konsultan politiknya yang terdiri dari para orang pragmatis dan opurtunis, bagi mereka politik adalah kemenangan. Meski seorang plenga-plengo, asal jago membranding bisa menjadi sosok yang gaul dan representatif dari Gen Z.
Persetan ada passion dan latar belakang pejuang kemanusiaan dan ideologi. Persetan melalui proses berdarah-darah. Persetan dengan nilai-nilai negara kesatuan Republik Indonesia.
Ada teori : Orang seculun apapun jadi presiden sekalipun akan terlihat emas jika piawai membrandingnya. Kekuatan branding inilah mereka gunakan. Tanpa perlu capek-capek berjuang, tanpa perlu berdarah-darah dan tanpa perlu menulis buku tentang gagasannya.
Siapa yang bisa menghadirkan panggung megah yang dihadiri ribuan orang, mereka lah pemenangnya. Siapa bisa menjilat ke istana, apalagi membesarkan anak presiden, merekalah juaranya.
Begitu juga menantunya. Dengan melanggar etika demokrasi tentang nepotisme, dia lalu terpilih menjadi Walikota Medan. Mentang-mentang mertuanya presiden meski hanya berstatus Walikota, dia menabrak hukum negara ini.
Dengan sombongnya membenarkan penembakan seorang begal oleh Polrestabes Medan tanpa melalui proses hukum dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Orang karbitan istana ini juga tercatat melakukan tindakan diskriminatif dan kasus dugaan korupsi proyek Medan Islamic Center (MIC) dan sebagainya.
Lihat juga iparnya, sejak menikah adiknya pada tahun 2022. Karena dia berstatus sebagai wakil ketua MK diminta mundur karena ada konflik kepentingan. Tapi dengan entengnya dia mengatakan bahwa adik Jokowi yang dia nikahi itu tidak dia ketahui sebagai adik presiden RI. Kebohongan yang luar biasa.
Pada bulan Maret 2023 terpilih sebagai Ketua MK Periode 2023-2028 yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua MK. Dugaan konflik kepentingan akhirnya terbukti. Mentang-mentang ipar Presiden, dia banyak melanggar kode etik MK. Semua anggota di MK pun tak berdaya, karena iparnya presiden.
Puncaknya merubah undang-undang syarat Capres dan Cawapres berumur 40 tahun untuk menggolkan keponakannya, anak Jokowi yang masih berumur 36 tahun agar bisa maju menjadi calon presiden atau wakil presiden. Dengan menabrak konstitusi, etika dan moralitas, ipar Jokowi ini berhasil melahirkan keputusan dimenit-menit terakhir dalam drama anak Jokowi bisa diusung sebagai cawapres oleh partai koalisi yang tergabung dalam pencapresan Prabowo.
Konyolnya lagi, anak bungsunya bernama Gibran ini yang juga mendapat posisi Wali Kota Solo dengan memanfaatkan bapaknya sebagai Presiden, dia menyambut keputusan itu dan lalu maju sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo.
Ckckck .....Luar biasa, praktek Nepotisme dilakukan Jokowi. Ini adalah contoh nyata dari praktik nepotisme yang tidak sepatutnya ada di dalam pemerintahan.
Jokowi merubah negara ini menjadi pertunjukan keluarganya, dimana kekuasaan digunakan untuk mengutamakan kepentingan keluarga .
Tidak ada pemimpin seberani dia melakukan nepotisme ini. Seseorang yang dulunya plenga-plengo, setelah menjadi presiden berubah menjadi sosok yang haus kekuasaan dan menjadikan negara ini tempat panggung keluarga dan kroni-kroninya.
Jokowi sadar, saktinya jadi seorang presiden. Kekuasaan dimilikinya, semua orang tunduk dan nyembah-nyembah kepada dirinya. Sebesar apapun aksi protes masyarakat akan bisa dipadamkan dengan kekuasaan dia miliki. Rakyat pun tidak kuat energinya untuk melawan dia.
Persetan dengan nilai-nilai. Persetan dengan norma-norma dan etika.
Persetan dengan demokrasi. Apa itu demokrasi ? Itu bukan urusan gue. Itu bukan suatu nilai yang lahir dari gagasan gue...!
Persetan dengan prinsip negara kesatuan yang bersatu karena kesepakatan bersama dari ribuan suku bangsa membentuk negara Indonesia sebagai negara milik bersama yang berkeadilan. Emangnya gue pikirin...!
Sudah rusak negara ini. Sekarang dikembalikan kepada rakyat. Apakah diam atau bangkit melawan.
Karena dia sudah berbahaya buat keutuhan bangsa ini. Dia sudah melanggar prinsip-prinsip bernegara. Wacana besar untuk "Turunkan Jokowi sudah bisa menjadi pertimbangan rakyat.
Ini adalah panggilan bagi rakyat untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman yang lebih besar terhadap nilai-nilai demokrasi dan perjuangan para pahlawan. Ini adalah waktunya bagi rakyat untuk berdiri bersama dan mengambil tindakan.
Untuk selamatkan Indonesia dari kemunduran berdemokrasi dilakukan Jokowi. Bahwa perbuatan Nepotisme yang dilakukannya tersebut lebih brengsek dari Soeharto.
Pergerakan rakyat Indonesia pernah berhasil melawan tirani tersebut pada tahun 1998. Rakyat menuntut Reformasi. Dimana rakyat marah atas adanya praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotism) dilakukan penguasa Soeharto.
Soeharto akhirnya tumbang.
Nepotisme adalah hal yang diharamkan di Republik ini.
_Oleh Aznil Tan (Aktivis 98)_
Posting Komentar