Berita-Cendana.Com- Jakarta,- Pemilu 2024 yang semula diprediksi publik berjalan aman damai sentosa, tiba-tiba berubah menjadi pemilu yang gaduh dan berbahaya. Kemunculan anak Jokowi ikut berkompetisi di detik-detik terakhir pendaftaran calon pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2024 membuat konstelasi politik berubah drastis.
Anak Jokowi bernama Gibran Rakabuming Raka ini berpasangan dengan Prabowo menjadi Calon Wakil Presiden. Pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran lalu secara resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari terakhir penutupan pendaftaran, yaitu tanggal 25 Oktober 2023. Sebelumnya pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin dan pasangan Ganjar-Mahfud telah lebih dahulu mendaftar ke KPU.
Kejadian ini semua diluar dugaan. Publik pun terkejut dan diluar ekspektasi. Perpolitikan lalu berubah menjadi gaduh dan panas, bahkan berpotensi terjadi revolusi sosial.
Bagaimana tidak? Dari isu "Politik Dinasti" sampai Isu "Negara Paman Usman" telah menjadi isu sentral dan mendominasi isu-isu lainnya. Gelombang protes dan perlawanan sudah mulai bereaksi.
Seperti percikan api yang kemudian menjalar menjadi api besar yang membentuk musuh bersama (publik enemy) atas kemunculan Gibran sebagai Cawapres 2024 di saat Bapaknya sedang berkuasa sebagai Presiden RI. Gerakan mahasiswa serta masyarakat civil society dan pro demokrasi menggelar perlawanan menentangnya.
Pertama, Gibran anak Jokowi maju sebagai Cawapres dianggap merupakan praktik nepotisme yang secara etika dan moral ditentang sebagian besar rakyat Indonesia. Seperti Soeharto mengangkat anaknya menjadi Menteri Sosial. Begitu juga kritik dan bully pada anak mantan Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono mencoba mendorong anaknya menjadi Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden yang diusung partainya.
Kedua, instabilitas politik ini berpotensi runyam karena ditambah kemunculan anak Jokowi ikut mencawapres menabrak konstitusi. Umurnya baru 36 tahun dari syarat 40 tahun menjadi capres atau cawapres yang ditentukan oleh undang-undang. Tetapi berkat pamannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) merubahnya dengan menambah bunyi pasal untuk menggolkan keponakannya bisa ikut mencawapres.
Publik pun terkaget atas permainan kasar tersebut. Apalagi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada tanggal 7 November 2023 memutuskan bahwa keputusan paman Gibran merupakan tindakan pelanggaran berat terhadap kode etik dan melanggar prinsip-prinsip integritas, kecakapan, kesetaraan, independensi, kepantasan dan kesopanan.
MKMK kemudian juga menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari Ketua MK. Namun tidak menggugurkan keputusan MK pengesahan syarat usia capres dan cawapres untuk Pemilu 2024.
Atas peristiwa tersebut, saya mencoba memprediksi Pilpres dan Pemilu serentak 2024 akan potensi yang terjadi dari berbagai kemungkinan.
*Prediksi Prabowo-Gibran Gugur pada Putaran Pertama*
Apa yang terjadi jika Prabowo-Gibran gugur putaran pertama? Saya memprediksi, Indonesia relatif aman.
Isu politik curang, Gibran lahir dari produk hukum yang cacat, dan Jokowi memanfaatkan alat-alat negara untuk pemenangan Prabowo-Gibran sudah tidak ada lagi. Begitu juga, isu Politik Dinasti dan Nepotisme sudah mulai tenggelam.
Jika terjadi hal tersebut, maka pantas disebut "Kemenangan Rakyat". Bahwa rakyat sudah memiliki kesadaran politik yang tinggi untuk melakukan perlawanan terhadap politik dinasti. Rakyat membuktikannya dengan tidak mencoblos pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran di bilik suara.
Rakyat berbondong-bondong datang ke TPS dengan semangat "Asal Bukan Prabowo-Gibran". Kemenangan rakyat akan semakin gemilang apabila angka kekalahan Prabowo-Gibran semakin tinggi. Bukti rakyat menolak politik dinasti sangat masif di tengah masyarakat.
Kalahnya pasangan Prabowo-Gibran pada putaran pertama ini, Indonesia bebas dari prahara berdarah pada perlawanan politik dinasti. Kemarahan rakyat pada presiden Jokowi pun berlangsung damai.
Tetapi potensi ini kecil terjadi. Pasangan Prabowo-Gibran didukung 9 partai yang bergabung di koalisi pengusung Prabowo-Gibran. Partai besar seperti Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat serta didukung oleh partai PSI, PBB, Partai Gelora dan Garuda bukan lah kekuatan yang kaleng-kaleng.
Ditambah Presiden Sang Penguasa tidak mungkin diam memenangkan anaknya. Menggunakan alat-alat negara sangat berpotensi untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Apalagi masyarakat Indonesia masih kental berbudaya feodal makin memperkuat kemenangan Prabowo-Gibran.
Jika Prabowo-Gibran kalah pada putaran pertama maka kompetisi selanjutnya pada putaran kedua Pilpres adalah
pasangan Ganjar-Mahfud dan pasangan Anies-Muhaimin. Gerbong Prabowo-Gibran akan tetap solid karena sudah dikendalikan penuh oleh Jokowi. Potensi pecah kemungkinannya kecil.
Terbuka potensi PDI Perjuangan untuk islah dengan Presiden Jokowi. Kelompok yang masih setia sama Jokowi berkoalisi mendukung Ganjar-Mahfud.
Jika koalisi baru ini terbentuk, kelompok Anies-Muhaimin akan kalah karena dikeroyok dari berbagai lini. Meski digugat di MK, tetap gugur sama seperti pada Pemilu 2019.
Tapi jika kelompok Prabowo-Gibran bergabung dengan Anies-Muhaimin. Pertempuran akan semakin seru. Bisa diperkirakan Ganjar-Mahfud kalah.
Namun ada satu tertinggal, yaitu bekas lukai PDI Perjuangan kepada pengkhianatan Jokowi dan keluarganya tetap dikenang.
Politik Dinasti tetap menjadi perlawanan dari kelompok civil society dan pro demokrasi meski sudah mulai mereda.
*Prediksi Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran*
Bagaimana pasangan Prabowo-Gibran menang satu putaran? Jika ini terjadi, saya memprediksi suatu bahaya besar terbentang luas mengancam Indonesia. Kondisi Indonesia akan mencekam.
Bahaya Politik Dinasti bisa menjadi bukti tidak melahirkan Pilpres yang jurdil. Pilpres curang adalah faktor utama kemenangan Prabowo-Gibran.
Jokowi sebagai Presiden tidak bisa mengelak lagi dari penghakiman massa. Dia dituding ikut berperan besar dalam pemenangan anaknya. Alat-alat negara digunakan oleh Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran.
Gejolak besar akan terjadi. People power akan menjadi warna Indonesia kedepan. Politik Indonesia tidak stabil. Kekacauan terjadi dimana-mana.
Ini membuktikan politik dinasti selain menimbulkan kecemburuan sesama anak bangsa, bahkan antar daerah, juga politik dinasti dikecam sebuah praktek merusak demokrasi. Apalagi keputusan MKMK mendelegitimasi kehadiran pencawapresan Gibran dan dianggap cacat hukum.
Gelombang massa tidak saja datang dari Kelompok Civil Society dan Pro Demokrasi juga ditambah dari dua pasangan capres-cawapres yang kalah. Semua mereka bersatu menjadi kekuatan besar. People power tidak bisa dielakkan lagi.
Jika terjadi hal ini, kondisi stabilitas negara dan politik diambang titik nadir. Berbulan-bulan bahkan bisa bertahun-tahun, kondisi Indonesia mencekam. Negara dalam kondisi chaos.
Bagaimana solusi damainya? Wallahu A"lam Sulit diprediksi. Semua kelompok masyarakat sudah terpecah dan saling tidak percaya.
Saya memprediksi jika ini terjadi, detik-detik terakhir Jokowi berkuasa, berpotensi besar tumbang dan meninggalkan nama yang buruk sebagai Bapak Politik Dinasti.
*Prediksi Prabowo-Gibran VS Anies-Muhaimin*
Bagaimana jika Prabowo-Gibran masuk putaran kedua berhadapan dengan Anies-Muhaimin?.
Saya memprediksi masih relatif terkendali, meski masih terjadi gelombang besar protes dimana-mana dari kelompok masyarakat pro demokrasi dan kelompok civil society. Isu politik curang dan Jokowi menggunakan alat negara untuk memenangkan anaknya tidak lagi menjadi isu sentral.
Namun, Isu yang paling besar digunakan adalah keabsahan anak Jokowi sebagai Cawapres yang dinilai cacat hukum.
Isu politik dinasti akan tetap dominan pada Pilpres putaran kedua. Politik Dinasti tidak akan membentuk Pilpres putaran kedua berlangsung secara jurdil (jujur dan adil).
Jika kelompok Ganjar-Mahfud mendukung pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin. Ini berpotensi terjadi Pilpres putaran kedua yang super panas dan ganas.
Kelompok nasionalis dan kelompok agamais bersatu padu menjadi sejarah baru perpolitikan Indonesia yang terbentuk secara terencana dan memiliki semangat yang sama, yaitu melawan Politik Dinasti.
Potensi menang menumbangkan Prabowo-Gibran terbuka lebar. Jokowi akan berpotensi dijadikan musuh utama dan dikenang sebagai penjahat demokrasi. Meski kurang berpotensi dimakzulkan.
Namun jika Ganjar-Mahfud berkolaborasi dengan Prabowo-Gibran. Kelompok Anies-Muhaimin semakin menyala-nyala kemarahannya untuk melawan kelompok oligarki dan Jokowi.
Demo besar-besaran akan terjadi. Isu sentimen agama menjadi narasi besar selain Politik Dinasti dan Oligarki sebagai penggerak terjadinya perlawanan besar. Kelompok civil society dan pro demokrasi terpecah dua. Satu kubu akan bergabung dengan kelompok Anies-Muhaimin. Kubu satu lagi bergabung dengan Prabowo-Gibran.
Diprediksi aksi kelompok Anies-Muhaimin akan mudah patah ditengah jalan. Bisa dibunuh dengan isu intoleran atau radikal.
Kecuali kelompok civil society dan pro demokrasi all out bersama Kelompok Anies-Muhaimin dan tanpa menggunakan isu sentimen agama. Perpaduan ini akan tetap tercatat dalam sejarah menjadi catatan sejarah sebagai perlawanan Civil Society dan Pro Demokrasi menentang Politik Dinasti meski kalah.
Kelompok ini padam, juga karena faktor logistik. Kelompok ini tidak memiliki logistik yang besar.
Meskipun memiliki massa yang militan, tetapi tidak memiliki kemampuan membangun people power. Karena mereka tidak memiliki tokoh yang kuat. Kecuali ada keajaiban.
*Prediksi Ganjar-Mahfud VS Prabowo-Gibran*
Bagaimana prediksi jika pasangan Ganjar-Mahfud versus Prabowo-Gibran bertarung pada putaran kedua? Saya memprediksi pertarungan ini akan terjadi people power secara damai.
Namun dari kelompok Anies-Muhaimin semakin yakin bahwa pilpres 2024 adalah pilpres yang sudah dipersiapkan pemenangnya. Perseteruan PDI Perjuangan dengan Jokowi dianggap hanya berorientasi mencari kekuasaan. Simpatik publik pada PDI Perjuangan akan berkurang, karena dianggap partai oportunis, bukan lagi partai ideologis.
Namun, kelompok Anies-Muhaimin bisa blunder jika memainkan isu bahwa perseteruan antara PDI Perjuangan dengan Jokowi adalah sandiwara atau settingan Jokowi. Isu itu membuat kelompok Anies-Muhaimin akan masuk jebakan. Gerakan mereka akan melemah, karena tuduhan itu sulit dibuktikan dan tidak membawa daya dongkrak.
Perlu diingat, munculnya Gibran menjadi Cawapres sesuatu yang tidak diinginkan oleh PDI Perjuangan. Tidak mungkin juga Jokowi dengan lugunya mengorbankan reputasinya untuk bersandiwara membentuk dua kubu pasangan tersebut demi tujuan menyingkirkan kelompok Anies-Muhaimin.
Dalam teori politik ada peribahasa : "Tidak ada tuan memberi pistolnya untuk menembak kepalanya". Tidak mungkin Jokowi mencawapreskan anaknya untuk membuat skenario seperti itu. Itu sama saja, Jokowi menyerahkan pistolnya untuk menembak kepalanya.
Ingat, kelompok pengusung Ganjar-Mahfud ingin menang. Mereka tidak mau kalah. Bagi PDI Perjuangan, kehadiran anak Jokowi berpasangan dengan Prabowo memecah suara mereka dan secara ideologis pun praktik politik dinasti ditentang oleh partai tersebut.
Pertempuran antara kelompok Ganjar-Mahfud versus Prabowo-Gibran masih skala pertempuran panas. Keganasan perpolitikan masih terkontrol.
Kelompok civil society dan pro demokrasi akan tetap all out lawan politik dinasti untuk memenangkan Ganjar-Mahfud dalam putaran kedua. Begitu juga, isu cacat hukum anak Jokowi sebagai Cawapres pada pilpres 2024 menjadi isu sentral dalam pemenangan Ganjar-Mahfud.
Peristiwa ini akan terjadi semakin panas apabila kelompok Anies-Muhaimin bergabung dengan kelompok Prabowo-Gibran. Potensi kekalahan Ganjar-Mahfud akan terbuka lebar.
Kelompok Ganjar-Mahfud yang kalah akan menimbulkan perlawanan keras. Begitu juga dari kelompok civil society dan pro demokrasi yang bersimpati dengan PDI Perjuangan. Aksi perlawanan Politik Dinasti Jokowi dan cacat hukum pencawapresan Gibran akan muncul melalui parlemen dan jalanan.
Resiko perseteruan panjang tergantung Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati. Namun diprediksi Megawati mengalah demi keutuhan bangsa. Tetapi Jokowi dan keluarganya tetap beresiko menjadi musuh abadi dari kelompok banteng ini.
*Kesimpulan*
Dilihat dari potensi di atas, semua prediksi tentang kondisi Indonesia Pemilu 2024 tidak ada bagusnya bagi bangsa dan negara Indonesia. Semua berpotensi terjadi kekacauan mengancam stabilitas politik Indonesia.
Pemilu riang gembira dan adu gagasan digaungkan Presiden Jokowi akan tidak terwujud. Semua kegaduhan ini karena kemunculan anaknya sebagai Cawapres disaat dia berkuasa membuat Indonesia menjadi runyam. Jokowi telah menarik api dalam sekam.
Pihak ketiga akan memanfaatkan kondisi ini. Ada pepatah Minang, "Air Keruh, Kiung Makan". Kelompok oportunis akan memanfaatkan situasi tersebut untuk keuntungan pribadi mereka.
Kondisi instabilitas politik tersebut yang dirugikan adalah rakyat. Ekonomi Indonesia akan terpuruk. Kepercayaan negara lain pada pemerintah baru akan anjlok. Terutama pada saat pemilu dan pilpres berlangsung, ekonomi Indonesia sangat berpotensi goyah dan mudah ambruk.
Kondisi Indonesia akan tragis bila Prabowo-Gibran menang dan kemudian Kelompok Anies-Muhaimin dengan Ganjar-Mahfud bersatu.
Potensi relatif aman apabila pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran kalah dan lalu netral pada putaran kedua. Tapi mungkinkah itu?.
Semua kemungkinan itu tidak bisa diantisipasi dengan cara kontra intelijen atau operasi-operasi cipta kondisi. Sebab semua itu terjadi secara alami. Perseteruan masyarakat sipil yang tidak terkendali menjadi alasan terjadinya junta militer.
Jika junta militer terjadi, Indonesia semakin terpuruk dari peradaban dunia. Publik menyimpulkan, gara-gara Gibran mencawapres, Indonesia mengalami kondisi sulit. Indonesia kedepan berpotensi terjadi petaka
Keterangan:
Penulis selain Direktur Eksekutif Migrant Watch sekaligus Penggagas Gerakan PeopleVoice.
*PeopleVoice* adalah kelompok Civil Society dan Pro Demokrasi dari berbagai NGO, praktis hukum dan akademisi serta mahasiswa yang bergerak secara independen dan mandiri.
-Aznil Tan-
Posting Komentar