Berita-Cendana.Com- Kupang,- Pagi itu, suasana kamar berukuran 3x4 meter di bilangan Penfui hancur berantakan. Keempat enu molas (nona cantik-bahasa Manggarai) sibuk bukan kepalang.
Keempat mahasiswi Sosiologi Fisip Undana itu, membagi peran. Goreci Indrayatu R. Johan (Indra) berurusan dengan kompor, Paula Indriyati Suwarta (Indri) dan Oktaviana S. Hibur (Evin) membersihkan tepung beras, dan Naviana L. Mamu (Riani) memeriksa bumbu.
Mereka bertanggung jawab menyediakan salah satu makanan lokal khas NTT dari etnik Manggarai. Mereka berempat tengah membuat rebok (makanan khas Manggarai) hasil percampuran tepung beras, kelapa parut, dan lain-lain.
Tidak tanggung-tanggung, Indra, In, Evin dan Riani bersiap menyuguhkan rebok untuk peserta kegiatan Socio Spectacle, Prodi Sosiologi Fisip Undana, 27 Oktober 2023.
Karena menghadapi hajatan selevel Prodi, maka persiapan jelas tidak main-main. Rebok yang nanti ditawarkan harus benar-benar menggambarkan kekhasan Manggarai dengan semua nilai rasa di dalamnya. Menurut Indra, Indri, Riani dan Evin, ide membuat rebok didorong oleh semangat menghadirkan pangan lokal ke tengah-tengah dunia yang sudah serba instan. Saat ini, meski pangan lokal menjadi isu Bersama secara nasional, praksis di lapangan, proses menghidupkan pangan lokal masih sporadis.
“pa, sekarang kita sedang bergelut dengan kekurangan pangan. Entah ini isu atau gossip, toh NTT selalu diberitakan kekurangan pangan terus menerus. Padahal sebetulnya kan tidak. Kita punya pangan lokal to pa”, tukas Evin. Evin rupanya sadar bahwa pangan lokal bias menjadi roh atau semangat menemukan kembali kekayaan lokal, tetapi bisa juga menjadi narasi besar elite kekuasaan.
“Kita harus mendorong pangan lokal NTT hadir di sini agar bisa membuka mata dunia bahwa sebenarnya kita tidak kurang. Yang minus itu manajemen pangan lokal. Itu saja sebenarnya” kata Indra. Indra sepertinya mengikuti trend pemberitaan di media terkait NTT dan pangan lokal. Disebutkan, dalam beberapa dasarwarsa terakhir, NTT selalu diberitakan kekurangan pangan, keminusan gizi, dan kealpaan manajemen pangan lokal.
“ajang socio spectacle semoga kami bisa memperkenalkan rebok, pangan lokal khas Manggarai. Rebok hanyalah representasi pangan lokal pak. NTT itu surganya pangan lokal. NTT sangat kaya. Makanya kami sebagai mahasiswa kadang miris jika kita terus menerus diberitakan sebagai masyarakat yang berkekurangan” sambung Indri dan Riani secara bersamaan.
Ket. Foto: Rebok Pangan Lokal ManggaraiKedua mahasiswi ini menyadari bahwa kealpaan kita pada pangan lokal berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Kampanye untuk terus menghidupkan pangan lokal, sebangsa rebok, dan lain-lain merupakan sebuah keniscayaan. NTT sungguh merupakan surge bagi pangan lokal. Nyaris semua jenis pangan ada di daerah ini. Semua varian pangan ada tergantung kondisi wilayah geografis dan topografisnya.
Indra, Indri, Riani dan Evin lalu menceritakan proses dan cara pembuatan rebok. Saat disajikan pada acara Socio Spectacle, penikmat pangan lokal manggut-manggut seraya mengangkat topi setinggi langit atas kreativitas mahasiswa Sosiologi Fisip Undana dalam menghadirkan beberapa jenis pangan lokal saat ini.
Bahan:
1. Tepung beras 2 kilogram
2. Kelapa parut 1 buah
3. Amanda 1 bungkus
4. Susu dancow 2 bungkus
5. Gula merah ½ kilogram
Cara pembuatan
1. Campurkan tepung beras dengan kelapa parut hingga bahan tercampur merata
2. Masukan mentega dengan susu lalu campur hingga merata
3. Setelah semua bahan tercampur, sangrai adonan menggunakan api sendang
4. Setelah adonan terasa garing dan aromanya tercium kemudian angkat lalu campurkan dengan gula merah yang sudah di haluskan.
5. Siap disajikan.
Rebok bertahan hingga 2-4 minggu.
Posting Komentar