Berita-Cendana.Com- Kupang,- Puluhan wartawan yang tergabung dalam Forum Wartawan Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar aksi damai di depan Markas Polda (Mapolda) NTT, aksi tersebut menolak kriminalisasi pers. Para wartawan minta Kapolda NTT untuk menghentikan proses penyidikan kasus wartawan di Polres Malaka.
Demikian disampaikan oleh para wartawan pada hari Jumat, 01/04/2022 di depan Mapolda NTT itu. Aksi demonstrasi itu sebagai bentuk protes terhadap kriminalisasi pers, yang dilakukan Bupati Kabupaten Malaka, Dr. Simon Nahak kepada oknum wartawan Sekunar.com.
"Frid Wawo, dalam orasinya menegaskan, dalam melaksanakan tugasnya, pekerja pers dilindungi oleh konstitusi negara, dengan UU Pers Nomor 40 tahun 1999. Diperkuat lagi dengan Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dan Polri Nomor 2 tahun 2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan," tegasnya.
Namun sejumlah peristiwa yang terjadi di NTT, masih bertolak belakang dengan regulasi yang telah dijamin oleh negara, melalui UU No 40 Tahun 1999. Menurutnya, peristiwa itu menunjukan bahwa jajaran kepolisian di NTT belum mematuhi seluruh aturan dan konstitusi, serta MoU antara (DP) bersama Kapolri, karena polisi menerima aduan atas karya jurnalistik tanpa menggunakan delik Pers.
"Karena rekan kami Yohanis Germanus Seran (YGS) telah dipidana oleh Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak terkait produk Jurnalistik yang diterbitkan di media Sekunar. Dia (Bupati) memaksakan itu sebagai pidana murni," jelasnya.
Ia menjelaskan, Bupati Simon Nahak sangat mengerti terhadap hukum. Harusnya dia memberikan hak jawab terlebih dahulu ke media yang bersangkutan, sebelum mengambil langkah hukum selanjutnya.
"Bupati yang paham hukum dan mengerti secara komprehensif, seharusnya melakukan hak jawab sesuai UU Pers No 40 Tahun 1999. Karena karya yang dihasilkan merupakan murni produk jurnalistik," pungkasnya.
Sementara Jefri Taolin, mengatakan, pihaknya datang ke Mapolda NTT adalah untuk menolak kriminalisasi pers yang dilakukan oleh Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak.
"Dalam proses penyelesaian sengketa pers Simon Nahak tidak menggunakan UU Pers sebagaimana telah diamanatkan oleh negara, bahwa seluruh penyelesaian sengketa pers harus melalui UU No 40 Tahun 1999 terkait kebebasan pers," jelas Jefri Taolin.
Menurutnya, upaya yang dilakukan Bupati Simon merupakan salah satu bentuk untuk meredam kemerdekaan pers yang sudah dicetuskan setelah era reformasi.
"Jadi perilaku itu merupakan tipe pemimpin yang alergi dan tidak bisa menjaga marwah dari demokrasi itu sendiri. Kami minta bupati sampaikan permohonan maaf secara terbuka kepada para pekerja pers di NTT," jelasnya.
Ia juga menuntut kepada polisi untuk menghentikan semua proses penyelidikan kasus yang dilaporkan Bupati Simon Nahak terhadap oknum wartawan Sekunar.com.
Selain itu Koordinator lapangan Kosmas Olla meminta Kabid Humas Polda NTT berikan sanksi tegas kepada Polres Malaka dan penyidik yang menangani kasus tersebut. Hebatnya bahwa Polri dan Pers adalah mitra untuk membangun dan menjaga kondusifitas negara ini, jelas.
Lanjutnya bahwa kemerdekaan dan kebebasan pers adalah suatu bentuk perlindungan negara terhadap karya jurnalistik. Karena Pers adalah pilar ke-4 bangsa Indonesia, oleh sebab itu pers harus dilindungi dengan UU Nomor 40 Tahun 1999, sehingga bebas menjalankan tugas-tugasnya, tegas Koordinator itu. (BCC/TIM).
Posting Komentar