Berita-Cendana.com- KUPANG, - Sikap reaktif Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende, Romlan Robin yang meminta Erik Rede (Wakil Bupati Ende terpilih, red) untuk meminta maaf dan mengklarifikasi adanya dugaan aliran dana senilai Rp. 125 juta dari total Rp 972.900.000 ke Kejari Ende (berdasarkan Catatan Pengeluaran Uang Persediaan (UP) Sekretariat DPRD Ende, TA 2020, tertanggal 1/10/2020 yang dibuat dan ditandatangani oleh Bendahara Setwan DRPD Ende, Rustam Rado, red) dinilai sangat prematur dan bahkan seperti orang kebakaran jenggot.
Demikian disampaikan Ketua TPDI dan Advokat PERADI, Petrus Salestinus, SH., MH dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Kamis (06/01/2021).
"....Terlalu prematur sikap Kajari Ende, belum apa-apa menuduh catatan yang dibuat Rustam Rado, sebagai fitnah yang sangat keji. Padahal, menyikapi Catatan Rustam Rede itu harus dengan sebuah proses hukum yaitu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Bukan dengan cara mencuci tangan ingin selamatkan diri sendiri, lalu menuntut Erik Rede meminta maaf dan umumkan ke publik," tulisnya dalam nada kritik.
Menurut advokat kondang itu, desakan Kajari Ende, Romlan Robin kepada Erik Rede tersebut merupakan sebuah permintaan yang terkesan mengintimidasi Erik Rede dan yang bertujuan untuk menutup pengungkapan kasus penyalahgunaan uang negara oleh Anggota DPRD Ende, yang sudah membudaya selama bertahun-tahun.
"Mestinya, yang pertama kali terucap dari mulut Kajari Ende, Romlan Robin adalah ucapan terima kasih kepada publik, karena telah melaksanakan fungsi partisipasi masyarakat Ende untuk membantu pemerintah Cq. Kejaksaan dan Polri dalam memerangi korupsi. Siapapun pelakunya dan berapapun besaran kerugian negara yang ditimbulkan," tulisnya lebih lanjut.
Petrus Salestinus menduga, bahwa jika saja belum apa-apa Kejari Ende menyikapinya secara tidak profesional dan tidak prosedural, bahkan seperti orang kebakaran jenggot, maka Kejari Ende patut diduga hendak mencuci tangan dan melepas tanggung jawab ketika ada anggota masyarakat Ende memiliki keberanian mengungkap modus korupsi berjamaah, modus saling menyandera untuk saling melindungi antara anggota DPRD dan aparat Kejaksaan atau Polri.
"Penentuan kebenaran Catatan Rustam Rede, sebesar Rp. 972.900.000, di dalamnya tertera Rp.125 juta untuk Kejaksaan, Rp.496 juta untuk bayar makan dan minum 2019, Rp.70 juta pinjaman Erik Rede,Rp.44 juta salah membayar kepada Didimus Toki, Rp.10 juta Pinjaman Didimus Toki, Rp.15 juta pinjaman Fery Taso dll. Penuntasannya tidak boleh dibarter dengan permintaan maaf dari Erik Rede kepada Kejaksaan atau kepada siapapun juga," jelasnya.
Bagi Salestinus, selaku pemegang Kekuasaan dan Kebijakan Penegakan Hukum di Ende, Romlan Robin wajib membenahi anomali Penegakan Hukum di Ende, karena yang namanya dugaan korupsi, prosedure penyelesaiannya selalu dimulai dengan langkah prosedural yaitu penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dan itu tugas pokok anda.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kejari Ende, Romlan Robin tidak seharusnya mengultimatum Erik Rede untuk meminta maaf dan mengumumkan ke publik.
"Bukankah ini jebakan untuk selamat diri? Lantas bagaimana persoalan dugaan KKN sebesar Rp.972.900.000, apakah didiamkan sebagaimana selama ini terjadi dalam kasus korupsi gratifikasi PDAM DPRD Ende?" kritiknya lagi.
Petrus Salestinus menjelaskan, bahwa memang nama baik Kejaksaan RI harus dijaga, sebagaimana alasan Kejari Ende meminta Erik Rede segera meminta maaf dan mengumumkan ke publik. Tetapi yang merusak nama baik Kejaksaan selama ini juga adalah perilaku Jaksa-Jaksa nakal (memeras, suap, dll).
"Inilah yang jadi masalah akut, yang sulit diperbaiki oleh pimpinan Kejaksaan. Karena saat ini diperbaiki, seketika itu juga kembali dirusak lagi oleh perilaku 'anak buah' di lapangan yang juga nakal dan doyan uang," tegasnya.
Dengan melihat isi catatan tulisan tangan Rustam Rado, lanjut Salestinus, tampak adanya hubungan KKN antara pejabat lintas institusi atau antara yang mengawasi dan yang diawasi sudah melembaga, bahkan membudaya, sehingga ketika kenyamanan KKN berjamaah trusik, maka politik cuci tangan di kedepankan dan profesionalisme dikorbankan.
"Karena itu, Kejari Ende Romlan Robin, tidak seharusnya mengultimatum Erik Rede untuk meminta maaf dan mengumumkan ke publik, bukankah ini jebakan untuk selamat diri," tegasnya.
Lebih lanjut, Petrus Salestinus berpandangan bahwa Kejari Ende seharusnya meminta maaf kepada publik Ende, seraya membuka penyelidikan dan penyidikan untuk memeriksa Erik Rede, Rustam Rado, David Mana, Fery Taso, Didimus Toki dll. Termasuk aparat Jaksa siapa yang akan menerima atau sudah menerima dana Rp. 125 juta dimaksud.
"Nampak jelas sikap reaktif Kejari Ende, Romlan Robin ingin menutup dugaan korupsi yang terungkap lewat Catatan Pengeluaran UP Setwan DPRD Ende, yang dibuat dan ditandatangani oleh Rusatam Rado dimana didalamnya tercatat beberapa nama pejabat," tulisnya lebih lanjut.
Oleh karena itu, kata Petrus Salestinus, alangkah lebih baik, jika Kejari Ende, Romlan Robin segera membentuk Tim Penyidik untuk menyelidiki dugaan korupsi Pengeluaran UP Setwan DPRD Ende TA 2020, dengan memeriksa sejumlah nama, diantaranya yaitu Erik Rede, David Mana, Rustam Rado, Fery Taso, dkk.
"Berikan perlindungan fisik dan psikis kepada Rustam Rede, jangan diintimidasi termasuk oleh Kejati Ende, karena publik meyakini kebenaran Catatan Rustam Rede, yang sekaligus sebagai saksi kunci," tandasnya.(LT/TIM).
Posting Komentar