Berita-Cendana.com- Jakarta,- Pemuda adalah pelopor perubahan dimanapun berada. Peran pemuda adalah penentu sejarah perjalanan suatu bangsa. Sejarah Indonesia telah membuktikan peran pemuda tersebut. Era Kebangkitan, masa revolusi fisik 1945, masa revolusi, reformasi sebagai titik-titik kegemilangan sejarah pemuda.
Peran pemuda dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dalam menegakkan keadilan, menolak kekuasaan dan pengawasan pelaksanaan kenegaraan. Pemuda selalu menjadi garda terdepan untuk melawan tindakan para elit politik yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Pemuda senantiasa bergerak dengan dasar kehendak yang murni akan tujuan keadilan dan kemanusiaan sebagai cita-cita luhur dari bangsa Indonesia sejak zaman penjajahan hingga kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pada jaman kolonialisme Belanda tentu tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu ketakutan penjajah adalah melahirkan generasi intelektual cerdas yang dapat menjadi boomerang dalam menjaga status quo hegemoni kekuasaannya dimana dibuktikan dengan tidak diberikannya kesempatan mengenyam pendidikan bagi warga Bumiputera.
Warga Bumiputera baru mendapat kesempatan menikmati pendidikan ketika munculnya kebijakan politik balas Budi dari Belanda yang salah satunya adalah edukasi bagi warga Bumiputera itu pun dibatasi pada anak-anak golongan bangsawan seperti Soekarno, Mohamad Hatta dan kawan-kawannya.
Generasi intelektual awal inilah yang kemudian lewat pendidikannya lahir pandangan kritis akan tindak-tanduk kolonialisme terhadap bangsa dan tanah airnya. Kesadaran inilah yang kemudian melahirkan suatu manifesto politik pada tahun 1925 yang dikeluarkan Perhimpunan Indonesia di Belanda oleh Bung Hatta dan rekan-rekannya yang saat itu mendapat kesempatan kuliah di Belanda. Dengan dasar dinamika sosial politik saat itu di Eropa anak-anak muda ini kemudian berembuk dan menuliskan suatu manifesto yang isinya antara lain 1). Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih oleh mereka sendiri. 2). Dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun. 3). Tanpa persatuan kokoh dari berbagai unsur rakyat tujuan perjuangan itu sulit dicapai. Manifesto inilah yang menjadi stimulus lahirnya sumpah pemuda 28 Oktober 1928.(wordpress.com manifesto politik 1925 dan sumpah pemuda 1928)
Sumpah pemuda 28 Oktober 1928 lahir atas dasar cita-cita kemerdekaan yang saat itu menjadi imajinasi pemuda Indonesia baik yang ada di tanah air maupun yang sedang menjalankan studi di Eropa. Sumpah pemuda lah yang kemudian menyatukan seluruh gerakan pemuda mahasiswa saat itu yang masih terfragmentasi dalam ego sektoral. Dalam penyatuan gerakan inilah yang memunculkan sosok Soekarno dan Mohhamad Hatta sebagai probonen dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 tanpa mengurangi peran tokoh penggerak lainnya seperti Sutan Syahrir, Tan Malaka dan rekan-rekannya.
Kilas sejarah singkat di atas hanya disajikan penulis sebagai suatu landasan berpikir untuk melihat kembali gerakan pemuda pasca proklamasi kemerdekaan yang juga mengalami turbulensi pada jaman orde lama, orde baru hingga reformasi. Namun bagi penulis yang menarik untuk diurai adalah lahirnya sumpah mahasiswa Indonesia yang menjadi suluh api perjuangan reformasi oleh pemuda mahasiswa angkatan 98 yang berjuang menumbangkan rezim diktator orde baru dibawah kepemimpinan Soeharto dan menghantarkan Indonesia pada panggung demokrasi sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945.
Pasca reformasi 1998 UUD 1945 mengalami IV kali amandemen menjadi lebih demokrasi, namun dalam perjalanannya apakah demokrasi Indonesia sudah sesuai dengan amanat konstitusi? Apakah demokrasi Indonesia sudah melahirkan pemimpin yang pro pada kepentingan rakyat? tentu pertanyaan ini pantas didiskusikan dengan melihat fenomena hari ini dimana demokrasi pancasila kita bertransformasi menjadi demokrasi kapitalistik yang cenderung membajak demokrasi sehingga demokrasi hanya sebagai alat untuk melegitimasi peran kapitalis dalam menjaga siklus kapitalisasinya untuk mengeksploitasi alam dan manusia demi mencapai hasrat kepemilikan yang cenderung serakah. Bagi penulis diskursus inilah yang patut dibincangkan pada momentum sumpah pemuda 28 Oktober 2020 di usianya yang ke 92.
SUMPAH MAHASISWA INDONESIA
Pekikan sumpah mahasiswa yang sering diteriakkan dalam aksi mahasiswa hari ini adalah sumpah mahasiswa angkatan 98 yang diteriakkan dalam aksi-aksi jelang jatuhnya Soeharto yang berbunyi: 1). kami mahasiswa Indonesia bersumpah, bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.2). kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.3). kami mahasiswa Indonesia bersumpah, berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan. Namun setelah reformasi justru penindasan, ketidakadilan, dan kebohongan menjadi momok para elit politik hari ini sehingga sumpah mahasiswa ini menjadi tetap aktual dalam mengawal jalannya tata kelola pemerintahan kita.
Isi sumpah mahasiswa ini jelas menjadi suatu ikrar bagi pemuda mahasiswa untuk mengawal setiap dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini dalam mengisi kemerdekaan indonesia yang dulu diimpikan oleh generasi mahasiswa yang mengikrarkan sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Disini jelas bahwa kedua ikrar ini mempunyai landasan pikir progresif sesuai momentumnya dimana sumpah pemuda memimpikan kemerdekaan dengan ikrarnya sebagai bentuk affirmative action dalam menyambut fakta kemerdekaan Indonesia yang saat itu masih dijajah belanda sedangkan sumpah mahasiswa Indonesia memimpikan jalannya pemerintahan ini agar tetap sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 dan dengan semangat sumpah mahasiswa ini pula membawa bangsa Indonesia keluar dari rezim otoriter menuju demokrasi lewat gerakan reformasi 98.
Pasca 20 tahun reformasi tindakan penguasa rezim saat ini justru mengindikasikan adanya kooptasi kapitalisme di dalam sistem demokrasi kita dimana demokrasi Pancasila semakin tenggelam ditengah demokrasi kapitalistik yang hampir menguasai setiap instrumen demokrasi dengan tujuan mengakomodasi kepentingan kapitalisme baik Global maupun nasional dimana disaat yang sama kepentingan rakyat semakin teralinase yang tentunya dibungkus dengan dalil demi kesejahteraan bersama.
Potret kekuasaan hari ini semakin mempertontonkan persekongkolan oligarki yang bersembunyi dibalik sosok Jokowi yang kurus, merakyat, sopan, dan murah senyum yang membuat sebagian besar rakyat Indonesia terlanjur jatuh cinta sehingga setiap pandangan kritis terhadap kebijakannya selalu dipandang sebagai gerakan yang ditunggangi atau bahkan lebih dangkal lagi gerakan pengacau keamanan. Disini tentunya dengan semangat sumpah pemuda dan sumpah mahasiswa Indonesia, gerakan mahasiswa sudah semestinya harus membawa pemahaman bagi masyarakat luas bahwa demokrasi kita sedang tidak baik-baik saja dan demokrasi kitalah yang kemudian melahirkan suatu kelompok elit di DPR untuk seenaknya berkong kalikong dengan presiden dalam meloloskan berbagai UU yang justru jauh dari kepentingan rakyat seperti 7 dosa jokowi yang diungkap oleh YLBHI beberapa waktu lalu yakni 1)menyetujui dan menandatangani revisi UU KPK. 2)menyetujui dan menandatangani revisi UU minerba. 3)menyetujui dan menandatangani revisi UU Mahkamah Konstitusi. 4)mengusulkan dibuatnya Omnibus Law. 5)konflik agraria dan lingkungan hidup. 6)membungkam kebebasan berpendapat. 7)mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.(Jakarta.suara.com 7 dosa jokowi dalam 1 tahun berkuasa periode II)
MANIFESTO POLITIK PEMUDA INDONESIA
beberapa waktu lalu Litbang Kompas merilis hasil survei kepuasan publik atas setahun pemerintahan jokowi-ma'ruf dimana tingkat kepuasan publik berada dibawah 50% yakni hanya 45,2% yang mengatakan puas. Ini tentu suatu angka perubahan drastis jika dibandingkan awal kepemimpinan jokowi-jk di periode sebelumnya dimana kepuasan publik mencapai angka 70% lebih. Tentu patut dipertanyakan apa yang menyebabkan masyarakat sangat tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi tahun pertama periode II ini? Hemat penulis ini ada korelasinya dengan 7 dosa jokowi yang dirilis YLBHI karena jika dilihat Jokowi memang getol dalam pembangunan infrastruktur namun tunduk pada oligarki kekuasaan di belakangnya suara rakyat bahkan akademisi tidak pernah didengar dalam merevisi UU bahkan hingga ada korban nyawa dari mahasiswa pada demonstrasi tolak revisi UU KPK sebelumnya.
Jika kita melihat rekam jejak masa lalu dari Jokowi maka memang menjawab harapan rakyat dimana jokowi juga punya kisah hidup layaknya masyarakat kecil yang memulai karir politiknya dari bawah apalagi ditambah Ia adalah anak seorang tukang kayu ini menjawab standar moral masyarakat dan sekaligus representasi wajah masyarakat kecil dalam panggung politik istana yang sebelumnya diisi oleh kalangan pejabat dan keluarganya. Namun tentu hal yang dipertanyakan oleh masyarakat, mahasiswa, dan buruh hari ini adalah mengapa Jokowi lebih tunduk pada oligarki dalam mengeluarkan kebijakannya.
Kondisi Indonesia hari ini yang setiap hari diwarnai dengan demonstrasi di Jakarta hingga ke berbagai daerah yang dipicu oleh tindakan DPR yang mengesahkan UU Omnibus law pada 5 Oktober lalu atas inisiatif pemerintah Jokowi dimana didalam UU ini terdapat berbagai pasal kontroversial hingga ratusan akademisi dari puluhan kampus pun mengirimkan surat kepada Jokowi tapi hingga saat ini Jokowi bergeming sembari mengusulkan bahwa yang menolak UU ini silahkan diuji di mahkamah konstitusi.
Penulis tidak ingin membahas lebih jauh soal polemik UU Omnibus law namun kita dapat melihat dari sisi yang lain bahwa betapa kuatnya persekongkolan antara Presiden dan DPR dalam mengakomodasi agenda Oligarki kekuasaan di dalam UU ini hingga Prof. Zainal Arifin juga mengatakan bahwa Jokowi saat ini sedang disorientasi dalam melaksanakan tugasnya jika menandatangani UU ini sembari menyarankan Jokowi untuk kembali ke rakyat.
Dari gambaran sikap Jokowi selama setahun kepemimpinannya ini memberi pesan bahwa sesungguhnya demokrasi kita justru berkontribusi dalam memperkuat posisi oligarki untuk mengendalikan penguasa rezim saat ini yang jelas akan menguntungkan sebagian elit politik dan mengabaikan suara dan tuntutan rakyat akan keadilan dan kesejahteraan. Untuk itu di hari sumpah pemuda ini kita perlu melihat kembali sejauh mana peran pemuda mahasiswa hari ini dalam mengembalikan marwah demokrasi kita yang kian jauh dibajak oleh kapitalisme mulai dari Partai politik yang semestinya menjadi harapan rakyat untuk menghasilkan wakil dan pemimpinnya justru berubah menjadi sekedar alat bagi kapitalisme untuk mengintervensi kekuasaan. Partai politik juga menjadi tempat persekongkolan oligarki untuk mendikte para pemimpin baik dari pusat hingga ke daerah yang mengakibatkan kepentingan rakyat hanya menjadi puisi-puisi indah para penguasa.
Melihat kondisi bangsa hari ini pada momentum hari sumpah pemuda yang ke 92 ini, penulis ingin memberikan sebuah catatan kecil untuk mewarnai perjuangan buruh dan mahasiswa selanjutnya. Jika dulu ada manifesto politik 1925 yang memprakarsai lahirnya sumpah pemuda 1928 maka mungkin untuk melengkapi sumpah mahasiswa Indonesia saat ini maka perlu sebuah manifesto politik pemuda Indonesia sesuai tuntutan dan kondisi bangsa hari ini antara lain 1)Rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintahan yang bebas dari cengkeraman oligarki.
2)Dalam memperjuangkan pemerintahan itu dibutuhkan partai politik yang bebas dari kepentingan kapitalisme.
3)Tanpa persatuan yang kokoh dari berbagai unsur mahasiswa dan buruh tujuan perjuangan itu akan sulit dicapai.
Ini hanya sebuah pemikiran yang lahir dari refleksi atas kondisi bangsa ini sehingga tentu jauh dari kesempurnaan namun jika manifesto ini tidak terjawab maka sudah hampir pasti bangsa ini hanya akan mengulang suatu periodesasi yang konstan dimana siapapun presidennya Ia akan sopan terhadap rakyatnya di periode pertama dan mulai ugal-ugalan di periode keduanya sambil menyiapkan rakyat untuk mencuci piringnya diakhir jabatan sebagai akibat dari ketidak berdayaannya mempertahankan prinsip terhadap intervensi kepentingan oligarki.
selamat merayakan hari sumpah pemuda 28 Oktober 2020 semoga apinya dapat senantiasa menuntun para pemuda bangsa ini untuk melahirkan pikiran-pikiran progresif bagi ibu Pertiwi agar Esok pelan-pelan kita bisa mulai menatap matahari baru bagi Indonesia yang lebih masuk akal..semoga
Oleh John Alfred Mesach
Pengurus Pusat PMKRI
Posting Komentar